Sekali peristiwa di negeri Sorume, yang kini bernama
negerei Kolaka, terjadi suatu kejadian besar yang mengacaukan penduduk. Maka
dari itu, penduduk di negeri itu menjadi takut pergi kemana – mana. Mencari
nafkah pun mereka takut. Bahkan keluar rumah saja mereka takut luar biasa.
Mereka takut kepada burung garuda. Burung garuda itu biasanya menyambar kerbau
lalu diterbangkannya. Bahkan setiap hari burung itu makan kerbau, sehingga lama
kelamaan kerbau pun habis dimakannya.
Sesudah kerbau habis, burung garuda beralih perhatiannya
kepada manusia. Setiap merasa lapar, dia turun ke bumi menyambar orang satu
persatu. Itulah sebabanya penduduk di negeri Sorume menjadi resah, terutama
penduduk yang mau melewati padang luas. Padang luas itu terkenal dengan nama
padang luas Bende. Di situ merupakan sentral lalu lintas manusia. Namun, karena
mangsa burung itu adalah manusia, maka tak seorang pun yang berani melewati
tempat itu.
Pada saat mereka tertimpa musibah, terdengarlah kabar
dari negeri Solumba yang kini dinamakan Balandete, bahwa ada aorang yang
cerdik, pandai dari negeri kayangan, Larumbalangi namanya. Ia mempunyai sebilah
keris dan selembar sarung. Sarung itulah yang digunakan sebagai alat
terbangnya.
Setelah mendengar berita itu, beberapa penduduk di utus
ke negeri Solumba untuk menemui Larumbalangi. Pada saat itu mereka diterima,
kemudian menceritakan hal ihwalnya kepada Larumbalangi. Mereka menyampaikan
kepadanya bahwa, negeri mereka sedang dilanda musibah, yakni banyak korban
akibat ganasnya burung garuda.
Setelah mendengar laporan dari utusan itu, Larumabalangi
tersenyum simpul, seraya menyuruh mereka untuk kembali.
“kalian jangan khawatir dengan keadaan itu. Pergilah
kalian mengambil buluh yang tua, kemudian buatlah bambu runcing sebanyak –
banyaknya. Kemudian carilah manusia yang berani dan kuat sebagai umpan burung
garuda tersebut. Di sekeliling manusia yang kuat itu, pasangkan tombak atau
bambu runcing. Pagarilah dengan ranjau,” perintah Larumbalangi.
Mereka segera pulang. Sampai di negerinya, mereka mulai
memanggil semua laki – laki baik dari negeri sendiri maupun dari negeri lain.
Maksud mereka mengumpulkan laki – laki itu ialah untuk mencari siapa yang kuat
dan berani menghadapi burung garuda. Di antara sekian ribu lelaki, hanya
seorang yang cocok dengan pesan Larumbalangi tadi. Lelaki itu bernama Tasahea
yan berasal dari negeri Loeya.
Setelah dipasang, tak lama kemudian tiba – tiba langit
menjadi mendung. Itu tandanya burung garuda sedang mengintai mangsanya, manusia
di padang luas Bende. Baru saja mengintai, terlihat olehnya manusia berada di
tengah padang luas. Sungguh senang hati burung garuda itu.
Dengan ancang – ancang yang tepat turunlah dia menyambar
Tasahea. Tetapi badannya tertusuk oleh tombak. Tasahea juga dengan cekatan
melemparkan tombaknya tepat mengenai sasaran, yakni mengenai badan burung
garuda. Garuda yang merasa kesakitan terbang terkapak – kapak. Darahnya muncrat
keluar sehinggar berhamburan di bumi ini. Burung itu terbang menuju Pomalaa
dengan melewati Ladongi, Torobulu, Amesiu, Malili, pulau Maniang, dan jatuh
diatas Gunung Mekongga.
Tanah yang terkena darah burung itu semuanya menjadi
merah. Sedangkan tanah yang terkena darahnya yang bergumpal gumpal menjadi
merah kehitam – hitaman dan berbentuk batu nekel.
Setelah tujuh malam burung garuda itu mati, bangkainya
mengeluarkan bau yang sangat busuk. Maka, banyak orang yang menderita sakit
perut dan meninggal. Akibat bangkai burung garuda itu, semua sungai, daun –
daun, dan kayu mengandung ulat. Selanjutnya banyak orang yang kelaparan dan
banyak sekali yang meninggal.
Untuk mengatasi musibah ini, mereka pergi lagi menemui
Larumbalangi. Ada beberapa orang yang duduk sebagai utusan untuk bertemu
dengannya. Setelah bertemu dengan Larumbalangi, para utusan itu menceritakan
hal ihwalnya kepadanya.
Larumbalangi pun segera berdoa kepada Tuhan, agar hujan
keras turun. Doanya terkabul. Pada waktu itu turun hujan sampai tujuh hari
tujuh malam. Semua anak sungai menjadi banjir, sehingga ulat – ulat itu habis
terbawa oleh banjir. Begitu pula tulang - belulang burung garuda itu
dihanyutkan air ke laut. Tulang belulang itu menjadi batu karang di laut.
Konon kabarnya itulah sebabnya. Maka laut di Kolaka
banyak ikan dan batu karangnya. Sedangkan gunung tepat terbunuhnya burung
garuda, kini dinamakan gunung Mekongga. Artinya, gunung tempat matinya elang
besar atau garuda. Sedangkan sungai besar tempat hanyutnya tulang belulang
elang dinamakan Lamekongga. Artinya, membawa hanyut tulang elang. Sekarang
negeri Sorume diganti namanya menjadi negeri Mekongga.
Laki – laki ksatria dari negeri Loeya, yang tadi telah
menjadi umpan burung garuda, tidak boleh lagi dijadikan budak, tetapi diangkat
harkatnya menjadi bangsawan.
Kini negeri Mekongga menjadi aman. Larumbalangi diangkat
menjadi tokoh dan pemompin negeri Mekongga. Wilayahnya terdiri atas tujuh
wilayah yang dinamakan bagian pemerintahan “Tonomotu’o” yang pada waktu itu
statusnya “Tobu”.
Sumber : books.google.co.id/books?id=rXrYR3K3UwgC&pg=PA5&lpg=PR6&ots=YjRWsDsNHn&focus=viewport&dq=cerita+rakyat+dari+daerah+muna&output=html_text
Komentar
Posting Komentar